Kamis, 03 Mei 2012

8 Jurnalis Dibunuh, Tapi Pelakunya Tak Jelas

Bersamaan dengan Hari Kebebasan Internasional 3 Mei, jurnalis Surabaya menggelar aksi di Monumen Perjuangan Polri di perempatan Jalan Raya Darmo-Jalan dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur. Puluhan pekerja media yang tergabung wadah Solidaritas Jurnalis Surabaya itu mengekspresikan keprihatinan terkait mandeknya penuntasan hukum berbagai peristiwa yang menimpa wartawan, termasuk sejumlah kasus pembunuhan.

Secara bergantian, mereka melakukan orasi menuntut kejelasan penanganan kasus-kasus itu. Mereka juga mengecam pemberangusan serikat pekerja pers.
"Pasca kebebasan pers tahun 1999, jumlah kekerasan termasuk pembunuhan terhadap wartawan di Indonesia terus meningkat. Ada delapan kasus pembunuhan, hanya dua di antaranya terjadi di masa Orde Baru," kata Koordinator Aksi, Yovinus Guntur, Kamis 3 Mei 2012.

Kasus pertama atas Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin, wartawan Harian Bernas Yogyakarta. Dia dianiaya pada 13 Agustus 1996 dan meninggal beberapa hari kemudian.

"Lainnya, ada Naimullah, jurnalis Sinar Pagi, Agus dari Asia Pers, Muhammad Jamaluddi dari TVRI, Ersa Siregar dari RCTI, Herliyanto Tabloid Delta Pos Sidoarjo, dan Alfred Mirulewan dari Tabloid Pelangi," kata Yovinus. Namun, menurut Guntur, seluruh kasus tersebut tidak pernah tuntas proses hukumnya.

Dan, untuk menggambarkan keprihatinan, massa  jurnalis menggelar teatrikal kematian wartawan akibat tindakan kekerasan. Dilanjutkan dengan menabur bunga di sekitar jenazah yang tergeletak.

Terkait itu, kepolisian diminta kembali mengusut sejumlah peristiwa termasuk pembunuhan terhadap pekerja media, utamanya Udin. Karena, jika lewat Agustus 2014 kasus itu dinyatakan kadaluwarsa.

Selanjutnya, Jurnalis Surabaya juga melontarkan kritik dan menolak union busting (pemberangusan serikat pekerja pers), yang dilakukan pemilik media. Dan, mendesak perusahaan media untuk meningkatkan kesejahteraan jurnalis, dan memenuhi hak normatif pekerja pers.

"Kami juga seruhkan semua jurnalis tetap bersikap kritis, dan terus berkarya berlandaskan UU Pers Nomor 40 tahun 1999," pungkasnya.

Meski tidak berimbas macet, aksi yang dilakukan wartawan itu sempat menjadi perhatian para pengguna jalan. Karena dilakukan tertib, petugas polisi pun tidak merasa kewalahan.

2011, 96 Kasus Kekerasan

Di Bandung, puluhan Jurnalis yang tergabung Aliansi Jurnalis Independen melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Dipenogoro, Bandung. Dalam aksinya tersebut para Jurnalis menuntut kepada pemerintah agar segera menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis, yang selama ini seperti dibiarkan begitu saja.

Menurut Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Bandung Adi Marsiela, pihaknya tidak akan pernah lelah untuk terus mempertanyakan tentang kasus kekerasan terhadap jurnalis yang sampai saat itu belum terselesaikan.

"Di hari kebebasan pers internasional ini kami akan terus berjuang menuntut kepada pemerintah agar segera menuntaskan kasus kekerasan terhadap jurnalis," katanya saat ditemui di sela-sela aksi unjuk rasa.

Dia juga menyoroti tentang masih banyak para jurnalis di Indonesia bekerja di bawah ancaman. "Berdasarkan data LBH pers Jakarta, sepanjang tahun 2011 terjadi 96 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Jumlah tersebut belum termasuk tindak kekerasan yang tidak dilaporkan," katanya.

Dalam kesempatan tersebut Adi menyebutkan berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis yang sampai saat ini belum terungkap. "Sebut saja kasus pembunuhan Harian Bernas Yokyakarta, Udin, sampai saat ini belum terungkap jelas. Hal yang sama terjadi dalam kasus pembunuhan wartawan Sun TV Maluku, Ridwan Salamun," katanya.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More